Rabu, 25 April 2012

Mereka Peduli? Kenapa Kita Enggak?

Enggak sedikit loh orang yang peduli lingkungan, berikut kita tampilkan beberapa profil aktivis lingkungan Indonesia.

Ayo jangan mau kalah!! (ง•̀_•́)ง(ง•̀_•́)ง

 

Zamroni, Aktivis Peduli Lingkungan bagi Generasi Muda

 

Menjaga dan peduli lingkungan bisa dimulai dari hal sederhana. Tindakan inilah yang ditunjukan Zamroni, penggiat lingkungan yang menjalin hubungan dengan kelompok peduli lingkungan di Perth, Australia. Mereka mengajak anak-anak aktif sebagai penyelamat lingkungan.

Pria yang akrab disapa Roni ini mengaku mengunjungi Perth sebanyak tujuh kali sejak 1999 untuk belajar berbagai program soal lingkungan. Beberapa di antaranya adalah Tunas Hijau dan Millenium Kids yang merupakan program berkesinambungan menjaga lingkungan.

Dua program khusus ini juga bertujuan sebagai ajang pertukaran budaya antara kedua negara. Roni berkunjung ke Perth terakhir kali saat festival rakyat Australia Barat (Perth Royal Show) di Mount Claremont Showground, pada awal Oktober silam. Kunjungan itu berkesan istimewa. Sebab, ia bertemu kembali dengan ibu asuhnya yang juga aktivis lingkungan Catherine Aniere sehingga bisa menambah pengalaman seputar kegiatan peduli lingkungan.

Dalam mengkampanyekan peduli lingkungan, Roni bersama Klub Tunas Hijau biasanya menggunakan buku dan poster. Salah satu gerai di anjungan Indonesia pada Perth Royal Show juga menjadi bagian upaya mempromosikan pentingnya menjaga lingkungan. Bahkan, guna menarik perhatian mereka mengenalkan permainan ular tangga yang dimodifikasi dengan isu lingkungan
.
Roni tergugah menyampaikan pesan sadar lingkungan karena alam akan diwariskan ke generasi mendatang. Ia menilai kesadaran lingkungan akan lebih efektif jika dikenalkan sejak usia dini dengan menjadikan anak-anak bukan sebagai obyek melainkan menjadi subyek. Karena itu di Surabaya, Jawa Timur, tempat Roni berdomisili, ia bekerja sama dengan sejumlah sekolah untuk menjalankan programnya.

Lulusan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Airlangga Surabaya ini menginformasikan berbagai hal seputar pelestarian lingkungan. Mulai dari membuang dan mengelola sampah dengan mendaur ulang hingga isu lingkungan lainnya. Banyak manfaat dirasakan oleh para siswa maupun guru hingga warga di sekitar rumahnya.

Kebersihan lingkungan merupakan isu yang penting. Namun, memulai langkah dan upaya sederhana untuk peduli lingkungan ternyata lebih penting. Alhasil, persoalan lingkungan dengan menjadikan bumi sebagai tempat tinggal yang lebih baik dapat segera diwujudkan.

www.liputa6.com


Usia tua pun tidak menghalangi tekad bapak yang satu ini untuk menyelamatkan bumi (Ơ̴̴̴̴̴̴͡.̮Ơ̴̴͡)‎​ 

 

Alimun, Penjaga Hutan Palolo

 

Siang hari itu Alimun memperlihatkan buah-buah kakao dari kebunnya di Desa Bobo, Kecamatan Palolo, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Dengan bangga ia menunjukkan buah-buah kakao yang rata-rata sebesar buah pepaya lokal. Buah kakao itu ada yang berwarna kuning, ada yang merah tua. Semuanya tampak segar. Ini jauh berbeda dibandingkan dengan buah kakao biasa yang kecil dan kulit buahnya mengerut.

Perbandingannya, bila 1 kilogram kakao lokal berisi 25 buah, kakao dari kebun Alimun 10-16 buah. Buah-buah kakao di kebunnya adalah hasil sambung samping dan persilangan antara bibit kakao lokal dan bibit asal Jember dan dari beberapa daerah lain.

Persilangan dan sambung samping dilakukan sendiri oleh Alimun. Ada dua alasan mengapa ia bersemangat menerapkan sistem sambung samping pada tanamannya. Pertama, akibat serangan hama penggerek buah yang sudah bertahun-tahun menyerang tanaman kakao petani setempat dan hampir semua petani kakao di Sulteng.

Hasilnya, selain mendapat batang dan buah baru dari pohon yang sama, hama penggerek buah juga sedikit demi sedikit teratasi. Hal yang lebih penting, nilai jual kakao berkualitas bagus jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kakao biasa. Kalau kakao hasil sambung samping Alimun bisa menembus harga Rp 17.000 per kg, kakao biasa umumnya dihargai Rp 10.000 per kg.

Alasan lain, mengajak petani kakao dan warga setempat untuk bercocok tanam komoditas yang lebih menjanjikan. Alimun berharap petani atau warga setempat lebih berminat bercocok tanam dan tak lagi menebang pohon. Ia juga mengajak peladang berpindah yang kerap membabat hutan untuk kebun agar beralih menanam kakao. Upayanya tak sia-sia karena banyak peladang berpindah yang lalu bercocok tanam secara menetap dan tak lagi masuk-keluar hutan, membabat pohon untuk kebun. Untuk usahanya ini, Alimun mendapat penghargaan dari Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan.

”Memang yang membabat hutan itu orang luar, tetapi kadang mereka memanfaatkan warga sini atau orang lain. Ya, namanya dijanjikan uang dalam jumlah banyak dan waktu yang tak lama, tentu banyak yang berminat. Ini tanpa memperhitungkan akibat dari kerusakan hutan. Nah, kalau tanaman kakao tumbuhnya bagus, harganya bagus, semoga mereka berminat menanam kakao dan meninggalkan pekerjaan membabat hutan,” ujarnya.

Tak hanya bercocok tanam kakao kualitas bagus, Alimun juga memelihara lebah hutan. Untuk ini, Alimun punya alasan sederhana. Sebab, lebah membutuhkan makanan dari hutan, mau tidak mau hutan harus dijaga. Selain itu, lebah berfungsi mengawinkan tanaman bunga, tanpa perlu tangan manusia. Tentu saja madu hasil dari lebah hutan ini bernilai jual tinggi. Pasarnya jelas ada, bahkan kerap Alimun kewalahan memenuhi pesanan. Lebah pun bisa dimanfaatkan untuk pengobatan.

Apa yang ia lakukan, kendati pada awalnya tak digubris warga setempat, perlahan-lahan mulai diikuti orang. Warga mulai belajar sambung samping dan memelihara lebah hutan. Alimun juga membantu pemasarannya kendati dengan cara konvensional, promosi dari mulut ke mulut dan menitipkan barang kepada pedagang.

Menjaga hutan

Apa yang dilakukan Alimun adalah urusan menjaga hutan. Berada di kawasan sekitar Taman Nasional Lore Lindu, ia merasa bertanggung jawab ikut menjaga. Tanggung jawabnya tak sekadar karena ia menjadi Ketua Lembaga Adat Pitunggota Nagata Kaili di Desa Bobo, Kecamatan Palolo. Tanggung jawabnya juga karena kesadaran betapa penting menjaga hutan demi menyelamatkan lingkungan. Sebagian hutan di sekitar Kecamatan Palolo yang juga tanah adat adalah bagian dari Taman Nasional Lore Lindu. Luasnya sekitar 48,5 hektar. Jadi, penjagaannya pun diserahkan kepada masyarakat dan lembaga adat setempat bersama petugas taman nasional.

Di Desa Bobo, Kecamatan Palolo, Alimun—melalui lembaga adat setempat—membentuk Badan Konservasi dan Penyelamat Hutan yang beranggotakan pemuda setempat. Dengan pemahaman pentingnya menjaga hutan, mereka rela bekerja masuk-keluar hutan tanpa bayaran.

Warga dengan senang hati melaporkan bila tahu ada aktivitas mencurigakan di hutan, semisal suara mesin gergaji. Melalui badan konservasi ini, informasi tentang aktivitas penebangan liar di hutan bisa cepat diketahui. ”Dalam perjalanan kami memantau hutan, sering kami dapati bagian di dalam hutan yang gundul. Saya sering berjalan-jalan di hutan dan melihat bagian dalam hutan itu sudah sangat rusak. Kadang kami bertemu dengan mereka yang menebang pohon. Kami lakukan pendekatan dan memberi mereka pemahaman,” ujarnya.

Pendekatan yang dilakukan Alimun, kendati membuat ia sampai harus menginap berhari-hari di hutan, menampakkan hasil. Setidaknya penebangan liar di sekitar desanya makin berkurang. Sebagai Ketua Lembaga Adat Desa Bobo, Kecamatan Palolo, Alimun tetap menghidupkan petuah pendahulu tentang menjaga mata air dan hutan. ”Sejak tahun 1950-an kami punya aturan, apabila mata air dirusak, hutan diganggu, akan dihukum denda. Dendanya bisa berupa kambing, sapi, kerbau, dan lainnya. Kayu tebangan disita. Sampai sekarang ini masih dipatuhi,” tuturnya.

Bencana banjir

Kesadaran Alimun menjaga hutan bukan tanpa sebab. Bencana banjir yang melanda desanya pada 2003 dan 2004 membuka matanya betapa hutan mulai rusak.

”Kalau hutan di sini rusak, bukan hanya desa ini yang menerima dampaknya, melainkan juga Kota Palu. Banyak sungai dari daerah Donggala yang melewati Kota Palu dan bermuara di Teluk Palu. Kalau hutan di Donggala rusak, Palu yang letaknya di dataran rendah, paling parah terkena dampaknya,” katanya.
Alimun tak salah. Sejak beberapa tahun lalu sejumlah wilayah di Palu menjadi langganan banjir atau genangan air. Setiap kali hujan di wilayah Donggala, terutama di hulu sungai, sungai-sungai yang melewati jalan dan permukiman penduduk di Palu meluap.

Kenyataan ini pula yang membuat Alimun terus mencari cara untuk menggugah kesadaran warga atau penebang liar untuk menghentikan aktivitas menebang pohon. Bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat, ia aktif mengikuti berbagai pertemuan tentang lingkungan.

www.kompas.com 

Pahlawan Lingkungan Tanah Samosir, TOGU SIMORANGKIR


Rasa cinta lingkungan telah tumbuh di diri anak-anak Kampung Lontong, Kabupaten Samosir, Sumatra Utara. Semua itu tak lepas dari jasa Togu Simorangkir, seorang pemuda penuh inisiatif.

Dua tahun mengabdi di Pulau Samosir, Togu membangun dua SOPO (rumah) belajar untuk menampung ratusan anak di sana. Menerapkan pola bermain dan belajar, sedikit demi sedikit arti penting peduli lingkungan ditanamkan pada anak-anak.

Daerah Samosir menurutnya masih sangat minim sarana pendidikan non formal dan kegiatan ekstrakurikuler, meski pun kawasan Danau Toba itu merupakan objek wisata andalan yang cukup terkenal, sebagai danau vulkanik terbesar di Asia Tenggara.

"Mendapatkan orang-orang yang tepat untuk mau berbagi merupakan hal yang sangat berat, apalagi harus tinggal di desa dan mau berbagi ilmu dan penyadaran lingkungan bagi anak-anak," katanya.


Selanjutnya Togu mendirikan Yayasan Alusi Tao Toba, yang hingga kini terus menggalang dana untuk membangun Rumah Belajar di Kabupaten Samosir, guna mewujudkan peningkatan program pendidikan berwawasan lingkungan dan penguatan masyarakat di daerah itu.

"Yayasan yang kami bentuk sejak 18 Juni 2009 ini terus mendedikasikan diri dalam mengembangkan kegiatan pemberdayaan masyarakat setempat, melalui program Samosir Membaca, dengan mengajak siapa saja untuk menjadi donatur," katanya.

Lebih dari itu, Togu berhasil mengembangkan kepribadian anak-anak desa yang jauh dari keramaian ini menjadi anak-anak Indonesia yang percaya diri. Untuk mengembangkan dan membangun lebih banyak lagi sopo belajar. Beruntunglah dalam aktivitasnya ini, Togu dibantu sejumlah teman. Karena memang kekurangan tenaga relawan menjadi salah satu kendala Togu mewujudkan mimpi.

Tapi Togu tak berhenti sampai di sini. Masih banyak mimpi yang ingin dia raih.

www.liputa6.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar